BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Ikan sebagai mahluk hidup didalam
kehidupannya membutuhkan bahan makanan sebagai sumber energi dan gizi yang
diperlukan dalam melakukan aktifitasnya yang mencakup pertumbuhan dan
perkembangan serta reproduksi yang dilakukannya. Pada habitat alaminya yaitu
perairan bebas sumber makanan yang diperlukan ikan telah tersedia dengan
sendirinya pada kondisi terkait dengan pola rantai makanan yang ada di perairan
tersebut.
Ketersediaan pakan di perairan bebas memungkinkan ikan untuk memilih dan mencari sumber makanan yang dibutuhkannya tanpa terbatas ruang dan waktu, sedangkan ikan yang dibudidayakan dalam suatu petakan tambak relatif tidak mempunyai alternatif lain dalam memilih dan mencari sumber makanan karena ruang gerak dan habitatnya dibatasi oleh petakan tambak. Situasi ini mengarahkan ikan dalam suatu kondisi ketergantungan pakan yang di suplai dari luar lingkungannya, karena ketersediaan pakan alami yang ada di dalam perairan tersebut semakin menipis dengan bertambahnya ukuran ikan dan bahkan pada waktu tertentu akan mengakibatkan habisnya pakan alami tersebut. Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa factor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia ( food habits ), mudahnya tersedia makanan, lama masa pengambilan dan cara memakan ikan dalam populasi tersebut ( feeding habits ). Jadi kebiasan makan dan cara memakan ikan itu secara alami bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup. Makanan yang telah digunakan oleh ikan tadi akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari makanan yang diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan pada bagi tiap- tiap individu ikan ikut serta keberhasilan hidupnya ( survival ). Adanya makanan dalam perarairan selain terpengaruh oleh kondisi biotic lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan.
Ketersediaan pakan di perairan bebas memungkinkan ikan untuk memilih dan mencari sumber makanan yang dibutuhkannya tanpa terbatas ruang dan waktu, sedangkan ikan yang dibudidayakan dalam suatu petakan tambak relatif tidak mempunyai alternatif lain dalam memilih dan mencari sumber makanan karena ruang gerak dan habitatnya dibatasi oleh petakan tambak. Situasi ini mengarahkan ikan dalam suatu kondisi ketergantungan pakan yang di suplai dari luar lingkungannya, karena ketersediaan pakan alami yang ada di dalam perairan tersebut semakin menipis dengan bertambahnya ukuran ikan dan bahkan pada waktu tertentu akan mengakibatkan habisnya pakan alami tersebut. Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa factor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia ( food habits ), mudahnya tersedia makanan, lama masa pengambilan dan cara memakan ikan dalam populasi tersebut ( feeding habits ). Jadi kebiasan makan dan cara memakan ikan itu secara alami bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup. Makanan yang telah digunakan oleh ikan tadi akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari makanan yang diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan pada bagi tiap- tiap individu ikan ikut serta keberhasilan hidupnya ( survival ). Adanya makanan dalam perarairan selain terpengaruh oleh kondisi biotic lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan.
1.2
Tujuan
praktikum
Untuk mengetahui kandungan pakan yang
di makan oleh ikan nilem.
1.3
Metode
praktikum
1.3.1
Alat
dan bahan
·
Penggaris
·
Pingset
·
Ginting
·
Mikroskop
·
Petridisk
·
Jarum
·
Pisau
·
Ikan
nilem
·
Wadah
1.3.2
Metode
kerja
·
Pertama
ikan nilem di belek
·
Kemudian
keluarkan isi perut ikan
·
Keluarkan
usus dan isi yang ada di usus
·
Setelah
isi dalam usus di keluarkan isi usus di encerkan oleh air
Setelah itu isi usus yg telah di encerkan di lihat pake
mikroskop.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Ikan Nilem
Nilem (Osteochilus
vittatus) adalah sejenis ikan air tawar anggota suku Cyprinidae. Ikan herbivora ini diketahui
menyebar di Asia Tenggara: Tonkin, Siam Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra, dan Jawa. Nilem merupakan
ikan budidaya untuk konsumsi, terutama di Jawa. Kini, nilem juga diintroduksi
ke beberapa danau di Sulawesi.
Ikan nilem dapat mencapai
panjang tubuh 32 cm. Di Jawa Barat, ikan nilem memiliki popularitas sedikit di
bawah ikan mas. Pada umumnya, ikan nilem dapat dipelihara pada daerah dengan
ketinggian sekitar 150-800 m dpl.
Ikan nilem adalah ikan organik yang artinya tidak membutuhkan pakan
tambahan atau pellet. Ikan nilem termasuk ikan pemakan tumbuh-tumbuhan
(herbivora). Larva yang baru menetas biasanya memakan jenis zooplankton (hewan
yang berukuran kecil atau mikro yang hidup diperairan dan bergerak akibat arus
perairan) yaitu rotifer. Sedangkan benih dan ikan dewasa memakan
tumbuh-tumbuhan air seperti chlorophyceae, characeae, ceratophyllaceae,
polygonaceae (Susanto, 2006)
2.1.1 Klasifikasi Ikan Tawes
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
O. vittatus
|
2.1.2 Morfologi Ikan
Tawes
Ikan nilem atau Silver Shark minnow Familia Cyprinidae, Genus Osteochilus, Species
Osteochilus hasselti mempunyai ciri
morfologi antara lain bentuk tubuh
hampir serupa dengan ikan mas. Bedanya, kepala ikan nilem relatif lebih kecil.
Pada sudut-sudut mulutnya, terdapat dua pasang sungut peraba. Warna tubuhnya
hijau abu-abu. Sirip punggung memiliki 3 jari-jari keras dan 12-18 jari-jari
lunak. Sirip ekor berbentuk cagak dan simetris. Sirip dubur disokong oleh 3
jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari-jari
keras dan 8 jari-jari lunak. Sirip dada terdiri dari 1 jari-jari keras dan
13-15 jari-jari lunak. Jumlah sisik pada gurat sisi ada 33-36 keping. Dekat
sudut rahang atas ada 2 pasang sungut peraba.
Menurut Djuhanda (1982), lengkung insang pada ikan
nilem berupa tulang rawan yang sedikit membulat dan merupakan tempat melekatnya
filamen-filamen insang. Arteri branchialis dan arteri epibranchialis terdapat
pada lengkung insang di bagian basal pada kedua filamen insang pada bagian basalnya.
Tapis insang berupa sepasang deretan batang-batang rawan yang pendek dan
sedikit bergerigi, melejat pada bagian depan dari lengkung insang. Ikan nilem
memiliki gelembung renang untuk menjaga keseimbangan di dalam air.
2.1.3
Habitat Ikan Tawes
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) hidup di perairan yang jernih.
Oleh karena itu, ikan ini dapat ditemukan di sungai-sungai. Populasi ini hanya cocok dipelihara di
daerah sejuk, yang tingginya diatas permukaan air laut mulai dari 150m – 1000m,
tetapi yang paling baik adalah di daerah setinggi 800m, dengan suhu air optimum
180C – 280C (Soeseno, 1985).
2.2
Pertumbuhan Pada Ikan Nilem
Pertumbuhan
adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu,akibat terjadinya
pembelahann sel secara mitosis yang disebabkan oleh kelebihan jumlah input energi
dan asam amino yang berasal dari makanan.
Pertumbuhan
didefiniskan sebagai pertumbuhan ukuran baik bobot maupun panjang dalam satu
periode waktu tertentu (Effendi,1979) sedangkan menurut fujaya (2004),pertumbuhan
adalah pertambhan ukuran baik panjang maupun berat. Perumbuhan dipengaruhi oleh
factor genetic, hormone dan lingkungan. faktor lingkungan yang paling penting
adalah zat hara (Fujaya, 2004)
Pertumbuhan
merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak factor yang
mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat
dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input
energy dan asam amino (protein) berasal dari makanan.
Keturunan
berhubungan dengan cara seleksi induk, yaitu induk yang bermutu tentu
menghasilkan anakan yang baik atau sebaliknya. Pertumbuhan kelamin dan umur pun
sangat berkaitan. Ada baiknya pemeliharaan ikan pada beberapa jenis dipisahkan
antara jantan dan betina. Hal ini untuk menghindari adanya gejala pematangan
kelamin secara dini. Bisa saja ikan yang masih kecil sudah bertelur sehingga
pertumbuhan badannya terhambat.
Kerentanan
penyakit terkadang merupakan faktor keturunan dan tergantung jenis ikan. Ada
ikan yang tahan terhadap bakteri, tetapi rentan terhadap jamur atau sebaliknya.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang jenis ikan pun diperlukan untuk mengetahui
setiap jenis penyakit yang sering menyerang ikan tersebut. Obat-obatan yang
digunakan untuk mengobati penyakit harus selalu disiapkan sebagai tindakan
antisipasi bila timbul penyakit.
Pada
pemeliharaan ikan ini kualitas air, kepadatan ikan, serta jumlah dan kualitas
pakan pun harus selalu diperhatikan. Kepadatan ikan sangat penting untuk
kenyamanan hidup. Ikan yang terlalu padat dapat menimbulkan stres karena
kualitas air cepat menjadi jelek. Bahkan, oksigen terlarut cepat habis. Selain
itu, pada ikan tertentu dapat terjadi gesekan antar ikan sehingga menimbulkan
luka. Akibatnya, penampilan ikan menjadi jelek atau bahkan dapat menimbulkan
kematian.
Jumlah
dan kualitas pakan merupakan faktor penting. Bila pakannya terlalu sedikit,
ikan akan sukar tumbuh. Sebaliknya bila terlalu banyak, kondisi air menjadi
jelek, terutama pakan buatan. Pemberian pakan dengan frekuensi lebih sering dan
jumlah yang tidak terlalu banyak akan lebih baik dibanding diberikan sekaligus
dalam jumlah banyak.
Pertumbuhan
ikan dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor internal yang meliputi
keturunan, sex, umur dan serangan penyakit. Dalam suatu kultur, factor
keturunan mungkin dapat dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan
yang baik pertumbuhannya. Tetapi kalau alam tidak ada control yang dapat
diterapkan. Juga factor sex tidak dapat dikontrol. Ada ikan betina
pertumbuhannya lebih baik dari ikan jantan dan sebaliknya ada pula spesies ikan
yang tidak mempunyai perbedaan pertumbuhannya lebih baik dari ikan jantan.
Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali kiranya mempengaruhi
pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan menjadi lambat.
Umur
telah diketahui dengan jelas berperan terhadap pertumbuhan. Pertumbuhan cepat
terjadi pada ikan ketika berumur 3- 5 tahun. Pada ikan tua walaupun pertumbuhan
itu terus tetapi berjalan lamba. Ikan tua pada umumnya kekurangan makanan
berlebihan untuk pertumbuhan, karena sebagian besar makanannya digunakan untuk
pemeliharaan tubuh dan pergerakan.
Sedangkan
Penyakit adalah terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh berbagai
sebab yang dapat mematikan ikan. Secara garis besar penyakit yang menyerang ikan
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi (penyakit menular) dan
non infeksi (penyakit tidak menular). Penyakit menular adalah penyakit yang
timbul disebabkan oleh masuknya makhluk lain kedalam tubuh ikan, baik pada
bagian tubuh dalam maupun bagian tubuh luar. Makhluk tersebut antara lain
adalah virus, bakteri, jamur dan parasit. Penyakit tidak menular adalah
penyakit yang disebabkan antar lain oleh keracunan makanan, kekurangan makanan
atau kelebihan makanan dan mutu air yang buruk. Penyakit yang muncul pada ikan
selain di pengaruhi kondisi ikan yang lemah juga cara penyerangan dari
organisme yang menyebabkan penyakit tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit pada ikan antara lain :
1.Adanya
serangan organisme parasit, virus, bakteri dan jamur.
2.Lingkungan
yang tercemar (amonia, sulfida atau bahanbahan kimia beracun)
3.Lingkungan
dengan fluktuasi ; suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan yang besar
4.Pakan
yang tidak sesuai atau gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan
5.Kondisi
tubuh ikan sendiri yang lemah, karena faktor genetik (kurang kuat menghadapi perubahan lingkungan).
Oleh
karena itu untuk mencegah serangan penyakit pada ikan dapat dilakukan dengan
cara antara lain mengetahui sifat dari organisme yang menyebabkan penyakit,
pemberian pakan yang sesuai (keseimbangan gizi yang cukup), hasil keturunan
yang unggul dan penanganan benih ikan yang baik (saat panen dan transportasi
benih).
Dalam
hal penanganan saat tranportasi benih, agar benih ikan tidak mengalami stress
perlu perlakuan sebagai berikut antara lain; dengan pemberian KMnO4, fluktuasi
suhu yang tidak tinggi, penambahan O2 yang tinggi, pH yang normal,
menghilangkan bahan yang beracun serta kepadatan benih dalam wadah yang
optimal.
Penyakit
dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang di dalam tubuh ikan
sehingga organ tubuh ikan terganggu. Jika salah satu atau sebagian organ tubuh
terganggu, akan terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan . Pada prinsipnya
penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses
hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air),
kondisi inang (ikan) dan kondisi jasad patogen (agen penyakit). Dari ketiga hubungan
faktor tersebut dapat mengakibatkan ikan sakit. Sumber penyakit atau agen
penyakit itu antara lain adalah parasit, cendawan atau jamur, bakteri dan
virus.
Factor
eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan fisika air, bahan buangan
metabolic, dan ketersediaan pakan.
A.
Kualitas Air Untuk Pembesaran Ikan
Kualitas
lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk kisaran
tertentu. Sementara itu, perairan ideal adalah perairan yang dapat mendukung
kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya (Boyd, 1982).
Menurut
Ismoyo (1994) kualitas air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia
dan biologi suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untukkeperluan
tertentu, seperti kualitas air untuk air minum, pertanian dan perikanan, rumah
sakit, industri dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan persyaratan kualitas
air berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya.
Menurut
Mc Gauhey (1968) beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kualitas air:
1.Tingkat
pemanfaatan dari penggunaan air
2.Faktor
kualitas alami sebelum dimanfaatkan
3.Faktor
yang menyebabkan kualitas air bervariasi
4.Perubahan
kualitas air secara alami
5.Faktor-faktor
khusus yang mempengaruhi kualitas air
6.Persyaratan
kualitas air dalam penggunaan air
7.Pengaruh
perubahan dan keefektifan kriteria kualitas air
8.Perkembangan
teknologi untuk memperbaiki kualitas air
9.Kualitas
air yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Parameter
fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik, dalam arti
dapat dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual, penciuman,
peraba dan perasa. Perubahan warna dan peningkatan kekeruhan air dapat
diketahui secara visual, sedangkan penciuman dapat mendeteksi adanya perubahan
bau pada air serta peraba pada kulit dapat membedakan suhu air, selanjutnya
rasa tawar, asin dan lain sebagainya dapat dideteksi oleh lidah (indera
perasa). Hasil indikasi dari panca indera ini hanya dapat dijadikan indikasi
awal karena bersifat subyektif, bila diperlukan untuk menentukan kondisi
tertentu, misal kualitas air tersebut telah menurun atau tidak harus dilakukan
analisis pemeriksaan air di laboratorium dengan metode analisis yang telah
ditentukan. Sedangkan parameter kimia yang didefinisikan sebagai sekumpulan
bahan/zat kimia yang keberadaannya dalam air mempengaruhi kualitas air.
Selanjutnya secara keseluruhan parameter biologi mampu memberikan indikasi
apakah kualitas air pada suatu perairan masih baik atau sudah kurang baik, hal
ini dinyatakan dalam jumlah dan jenis biota perairan yang masih dapat hidup
dalam perairan (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005; Effendi, 2003).
Adapun
Parameter fisika, kimia, dan biologi antara lain :
1.
DO (Oksigen Terlarut)
Oksigen
terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Perubahan
konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat
pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah
meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan
organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk
proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu, 1991).
Oksigen
terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk hidup didalam air
maupun hewan teristrial. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam
air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang banyak mengkonsumsi oksigen
sewaktu penguraian berlangsung (Hardjojo dan 0,0-15,0 mg/l(Hadic dan Jatna,
1998).
2.
Salinitas
Menurut
Holiday (1967), salinitas mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup
dan metabolisme ikan, disamping faktor lingkungan maupun factor genetik spesies
ikan tersebut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa factor
seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Di
perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan lapisan
atas hingga membentuk lapisan homogen sampai kira-kira setebal 50-70 meter atau
lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Lapisan dengan salinitas homogen,
maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan bawah terdapat
lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran
antara lapisan atas dengan lapisan bawah (Nontji, 2007).
3.
Suhu
Pengaruh
suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air,
stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat
setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau
pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak untuk
budidaya ikan laut adalah 27 – 32 0C (Mayunar et al., 1995; Sumaryanto et
al.,2001). Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air,
memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan
daya racun suatu polutan terhadap organism perairan (Brown dan Gratzek, 1980).
Selanjutnya Kinne (1972) menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35 – 40 0C
merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian.
4.
pH
pH
merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air,
besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH
berkisar antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang
masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH =7
disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Perairan dengan pH
< 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian
makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang
dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut
maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang
sempit, biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas
penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang
dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken, 1992).
Cahaya
matahari merupakan sumber energi yang utama bagi kehidupan jasad termasuk
kehidupan di perairan karena ikut menentukan produktivitas perairan. Intensitas
cahaya matahari merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju
produktivitas primer perairan, sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis
(Boyd, 1982).
5.
Intensitas Cahaya dan Kecerahan
Umumnya
fotosintesis bertambah sejalan dengan bertambahnya intensitas cahaya sampai
pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya saturasi), diatas nilai tersebut
cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis (cahaya inhibisi). Sedangkan
semakin ke dalam perairan intensitas cahaya akan semakin berkurang dan
merupakan factor pembatas sampai pada suatu kedalaman dimana fotosintesis sama
dengan respirasi (Cushing, 1975; Mann, 1982; Valiela, 1984; Parson et al.,1984;
Neale , 1987).
Kedalaman
perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut
kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di
dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami
penetrasi dipermukaan air.Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh
kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman
(Effendi, 2003).
6.
Kekeruhan
Kekeruhan
merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga
menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari
untuk fotosintesa. Kekeruhan ini disebabkan air mengandung begitu banyak
partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna dan
kotor. Adapun penyebab kekeruhan ini antara lain meliputi tanah liat, lumpur,
bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil
tersuspensi lainnya. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat
kedalaman pencahayaan matahari, semakin keruh suatu badan air maka semakin
menghambat sinar matahari masuk ke dalam air. Pengaruh tingkat pencahayaan
matahari sangat besar pada metabolism makhluk hidup dalam air, jika cahaya
matahari yang masuk berkurang maka makhluk hidup dalam air terganggu, khususnya
makhluk hidup pada kedalaman air tertentu, demikian pula sebaliknya (Hardjojo
dan Djokosetiyanto, 2005; Alaerts dan Santika, 1987).
B.
Ketersediaan Pakan
Kualitas
dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya ikan, karena hanya dengan
pakan yang baik ikan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dergan yang kita
inginkan. Kualitas pakan yang baik adalah pakan yanq mempunyai gizi yang
seimbang baik protein, karbohidrat maupun lemak serta vitamin dan mineral
Pemupukan kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun
binatang yang hidup di dasar, seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan
chironomus (cuk). Semua itu dapat menjadi makanan ikan. Namun, ikan juga masih
perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan
kandungan lemak tidak lebih dan 3%.. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C
yang berasal dan taoge dan daun-daunan/ sayuran yang duris-iris. Boleh juga
diberi makan tumbuhan air seperti ganggeng (Hydrilla). Banyaknya pelet sebagai
pakaninduk kira-kira
Gambar
kurva pertumbuhan pada ikan
Kurva
pertumbuhan sigmoid
2.3
Food and Feeding Habits Ikan Nilem
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan
ikan herbivore, yaitu memakan makanan yang berupa makanan nabati, antara lain
yaitu alga filamen dan plankton lainnya. Kebiasaan makanan ikan
(food habits) adalah kuantitas dan kualitas
makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara memakan (feeding
habits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan.
Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan secara alami bergantung pada lingkungan
tempat ikan itu hidup. Tujuan mempelajari kebiasaan makanan (food habits) ikan
dimaksudkan untuk mengetahui pakan yang dimakan oleh setiap jenis ikan.
Ikan nilem merupakan ikan air tawar
yang banyak terdapat diperairan umum terutama diperairan mengalir atau agak
tergenang serta kaya akan oksigen terlarut. Ikan nilem mempunyai bentuk tubuh
pipih, mulut dapat disembulkan, posisi mulut terletak diujung (terminal),
sedangkan posisi sirip terletak di belakang sirip dada (abdominan).
Ikan
nilem tergolong ikan bersisik lingkaran (silkoid), rahang atas sama pajang atau
lebih pajang dari diameter mata. Permulaan sirip punggung berhadapan dengan
sisik garis ke-8 sampai garis rusuk ke-10, bentuk sirip dubur agak tegak.
Sisirp perut tidak mencapai dubur (Saanin, 1980). Saanin (1984) menyatakan
bahwa cirri-ciri ikan nilem adalah badan memajang, pipih kesamping kompres.
Panjang baku 2,5 sampai 3 kali tinggi badan. Mulut dapat disambulkan dengan
bibir berkerut. Sungut ada dua pasang, permukaan sirip punggung terletak
dibelakang permulaan sirip dada. Sisik pada Linea Lteralis (LL) 33-36 buah.
Sirip ekor bercagak kedalam.
Kebiasaan makanan ikan nilem (Osteochilus hasselti)
merupakan ikan pemakan fitoplankton dan detritus. Makanan alami lainnya
biasanya berupa plankton, baik fitoplankton atau zooplankton, kelompok cacing,
tumbuhan air, organisme bentos dan ikan maupun organisme lain yang berukuran
lebih kecil daripada organisme yang dipelihara. Pencernaan makanan pada ikan
adalah suatu proses tentang pakan yang dicerna kemudian dihaluskan menjadi
molekul-molekul atau butiran-butiran mikro (lemak) yang sesuai untuk diabsorpsi
melalui dinding gastrointestinal ke dalam aliran darah (Zonneveld dkk. 1991).
Sistem
pencernaan pada ikan menyangkut saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan.
Ikan herbivora panjang total ususnya melebihi panjang total badannya.
Panjangnya dapat mencapai lima kali panjang total badannya, sedangkan panjang
usus ikan karnivora lebih pendek dari panjang total badannya dan panjang total
ikan omnivora hanya sedikit lebih panjang dari total badannya. Secara ekologis
pengelompokan makanan alami sebagai plankton, nekton, benthos, perifiton,
epifiton dan neuston, di dalam perairan akan membentuk suatu rantai makanan dan
jaringan makanan (Mudjiman 1989).
Menurut
Goldman dan Horne (1983), produksi ikan dan biomassa ikan ditentukan oleh
kualitas dan produktivitas plankton dan bentos yang dimanfaatkan sebagai pakan,
bukan ditentukan oleh biomassa total kedua jenis pakan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Thanks infonya https://bit.ly/2pavarw
BalasHapus