PENGAWETAN
DENGAN SUHU RENDAH
A. Pendinginan
1. Tujuan
Penyimpanan
bahan pangan pada suhu dingin sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang
singkat karena bertujuan untuk:
a.
mengurangi kontaminasi
b.
mengendalikan kerusakan oleh mikroba
c.
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme,
kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum
dipotong-potong.
Mikroba
psikrofilik tumbuh sampai suhu pembekuan air 0 0C atau
dibawahnya dan pertumbuhan akan melambat pada suhu – 10 0C.
Apabila air dalam bahan pangan telah sempurna membeku maka mikroba tidak dapat
berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan pangan sebagian air belum membeku
sampai suhu -9,50C, hal ini disebabkan adanya kandungan gula, garam
atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun suhu pendinginan
dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun tidak dapat
digunakan untuk membunuh bakteri.
Hasil pertanian
khususnya buah-buahan dan sayur-sayuran tropis sensitif terhadap pendinginan.
Penyimpanan pada suhu rendah akan menyebabkan kerusakan bahan pangan yang
disebut chilling injury. Pembekuan yang dilakukan terhadap buah-buahan dan
sayur-sayuran menyebabkan bahan menjadi lunak, jika bahan pangan dikeluarkan
dari tempat pembekuan. Hal ini disebabkan karena di luar bahan pangan akan
mengalami pencairan dari air yang telah membeku, sehingga tekstur yang keras
menjadi lunak.
Pengaruh
pendinginan terhadap bahan pangan diantaranya penurunan suhu akan mengakibatkan
penurunan proses kimia, proses mikrobiologi, proses biokimia yang berhubungan
dengan kerusakan atau pembusukan. Pada suhu dibawah 00C air akan
membeku dan terpisah dari larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada
jaringan tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada
suhu -120C belum dapat diketahui secara pasti, oleh sebab itu
penyimpanan makanan beku pada suhu dibawah 180C akan mencegah
kerusakan mikrobiologis.
B. Pembekuan
1. Manfaat
Pembekuan
memberikan berbagai manfaat dalam penyimpanan produk pangan terutama bagi
industri pangan, misalnya untuk menghambat penurunan kadar nutrisi, menghambat
pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan dan bahkan pada beberapa produk
pangan memberikan manfaat organoleptik (rasa pangan yang lebih enak). Kebutuhan
pembekuan ini juga sangat dirasakan pada pengiriman dan transportasi
produk-produk pangan dari produsen ke tangan konsumen.
Pada umumnya
pembekuan produk pangan menggunakan teknologi pembekuan (refrigerant)
konvensional berbahan pendingin amonia atau di masa lalu menggunakan freon-CFC
(chloroflurocarbon) yang ternyata terbukti menjadi gas-gas penyebab kerusakan
ozon. Teknologi pembekuan seperti ini juga telah ditemukan memiliki kelemahan
karena tingkat pendinginan yang kurang rendah suhunya dan relatif tidak stabil
sehingga tidak menjamin keawetan produk pangan yang dibekukan. Pada penggunaan
ammonia sebagai bahan pendingin, suhu terdingin yang dapat dicapai untuk
refrigeran produk pangan yaitu antara -1 derajat Celsius sampai dengan -46
derajat Celsius.
2. Teknologi
Kriogenik
Kriogenik
(cryogenic) merupakan salah satu teknologi pembekuan yang sebetulnya bukan
tergolong ide yang baru. Metode pembekuan pada teknologi ini menggunakan gas
yang dimampatkan menjadi cairan (liquid) misalnya nitrogen (N2) dan karbon
dioksida (CO2). Nitrogen cair sebagaimana telah diketahui sejak lama,
dipergunakan sebagai pembeku bahan-bahan organik untuk keperluan penyimpanan
dan ekstraksi bahan-bahan penelitian bidang biologi terapan. Karbon dioksida
cair pun telah sejak lama dipergunakan untuk pengisi tabung pemadam kebakaran.
Nitrogen cair
memiliki titik didih pada suhu -195,8 derajat Celsius, sedangkan karbon
dioksida cair -57 derajat Celsius. Pada suhu yang lebih tinggi dari suhu
tersebut, nitrogen dan karbon dioksida akan berbentuk gas volatil, sehingga
umumnya nitrogen cair dan karbon dioksida cair berada pada suhu lebih rendah
daripada titik didihnya. Dengan suhu yang sedemikian dingin, baik nitrogen cair
maupun karbon dioksida cair mempunyai kemampuan membekukan bahan organik yang
relatif lebih efektif daripada pendingin berbahan amonia ataupun freon.
Suntory, sebuah perusahaan minuman di Jepang mengunakan metode cryogenic ini
sebagai metode baru untuk produksi minuman sehingga kualitas kesegaran minuman
terjaga. Dalam kondisi suhu -195 derajat celcius buah dihancurkan menjadi
tepung kemudian dibuat minuman.
Di negara-negara
maju, studi mengenai aplikasi teknologi kriogenik untuk pembekuan produk pangan
telah dimulai sejak dekade 1990-an. Beberapa kelebihan teknologi kriogenik
untuk pembekuan produk pangan dibandingkan teknologi pembekuan konvensional
telah ditemukan, di antaranya yaitu :
a.
teknologi kriogenik mempunyai kemampuan
mencegah rusaknya adenosintrifosfat (ATP) pada produk pangan laut segar selama
periode penyimpanan.
b.
mampu mempercepat pembekuan produk pangan
seperti daging dan telur.
c.
menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak
produk pangan lebih baik.
d. mencegah rusaknya nutrisi produk pangan lebih baik.
Pada saat ini studi mengenai aplikasi teknologi kriogenik untuk pembekuan produk pangan lebih diarahkan pada perancangan kontainer atau jaket pendingin, mengingat gas cair seperti nitrogen cair dianggap terlalu berbahaya untuk dibawa seenaknya dalam transportasi produk pangan. Selain itu studi juga diarahkan kepada stabilitas suhu disertai perancangan pengontrolnya, dan selanjutnya variasi produk pangan yang dapat dibekukan secara efektif dengan teknologi kriogenik. Dan yang paling mutakhir saat ini yaitu upaya menggunakan teknologi nano material dalam rangka mencari bahan terbaik untuk digunakan sebagai kontainer atau jaket pendingin kriogenik termasuk pipa vakum kriogeniknya [1]
Pada saat ini studi mengenai aplikasi teknologi kriogenik untuk pembekuan produk pangan lebih diarahkan pada perancangan kontainer atau jaket pendingin, mengingat gas cair seperti nitrogen cair dianggap terlalu berbahaya untuk dibawa seenaknya dalam transportasi produk pangan. Selain itu studi juga diarahkan kepada stabilitas suhu disertai perancangan pengontrolnya, dan selanjutnya variasi produk pangan yang dapat dibekukan secara efektif dengan teknologi kriogenik. Dan yang paling mutakhir saat ini yaitu upaya menggunakan teknologi nano material dalam rangka mencari bahan terbaik untuk digunakan sebagai kontainer atau jaket pendingin kriogenik termasuk pipa vakum kriogeniknya [1]
Pembekuan
merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan
pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian
kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es (ketersediaan air menurun),
maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga
dapat mempertahankan mutu bahan pangan. Mutu hasil pembekuan masih
mendekati buah segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil
pendinginan. Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi
bahan pangan yang lebih baik daripada metoda lain, karena pengawetan
dengan suhu rendah (pembekuan) dapat menghambat aktivitas mikroba mencegah
terjadinya reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan
gizi bahan pangan. Walaupun pembekuan dapat mereduksi jumlah mikroba yang
sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba
(Frazier, 1977) Menurut Tambunan (1999), pembekuan
berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari
cair ke padat, dan merupakan salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan
untuk penanganan bahan pangan. Pada proses pembekuan, penurunan
suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisma dan sistem enzim, sehingga
mencegah kerusakan bahan pangan. Selain itu, kristalisasi air
akibat pembekuan akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di dalam
bahan pangan tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau
aktivitas sekunder enzim. Proses pembekuan terjadi
secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada pemukaan
bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam,
proses pembekuan berlangsung lambat (Brennan, 1981).
Pada awal proses
pembekuan, terjadi fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu
awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada
pada keadaan cair (Holdworth, 1968). Setelah tahap precooling terjadi
tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pembentukan kristal es
(Heldman dan Singh, 1981).
3. Titik Beku
Bahan Pangan
Sel-sel hidup
banyak mengandung air, sering kali sampai dua pertiga atau lebih dari jumlah
beratnya. Di dalam medium ini banyak terlarut senyawa organic dan anorganik,
termasuk garam, gula, dan asam dalam bentuk larutan, juga termasuk molekul
organic yang lebih kompleks seperti protein dalam bentuk suspensi
koloidal. Sedikit banyak juga terdapat gas-gas yang terlarut dalam
larutan yang berair. Perubahan-perubahan fisik, kimia dan biologis
yang terjadi di dalam bahan pangan selama pembekuan dan pencairan merupakan
proses yang sangat kompleks dan belum seluruhnya diketahui. Walaupun
demikian sangat bermanfaat mempelajari perilaku perubahan-perubahan ini.
Sehingga dapat dirancang suatu proses pembekuan bahan pangan dengan berhasil.
Titik beku suatu
cairan adalah suhu di mana cairan tersebut dalam keadaan seimbang dengan bentuk
padatnya. Suatu larutan dengan tekanan uap yang lebih rendah dari zat pelarut
murni tidak akan seimbang dengan zat pelarut yang padat pada titik beku
normalnya. Sistem tersebut harus didinginkan sampai suhu dimana larutan dan zat
pelarut yang padat mempunyai tekanan yang sama. Titik beku suatu larutan adalah
lebih rendah daripada zat pelarut murni. Titik beku bahan pangan adalah lebih
rendah daripada air murni.
Bilamana suatu
cairan menguap, molekul-molekul yang lepas memberikan suatu tekanan yang
dikenal dengan tekanan uap. Tekanan total dari suatu system akan sama dengan
tekanan parsial dari tekanan tersebut. Penambahan zat terlarut yang bersifat
tidak menguap (gula) ke dalam air akan menurunkan tekanan uap air dari larutan
gula dalam air, dan titik beku larutan tersebut akan menjadi lebih rendah
daripada air murni. Oleh karena kebanyakan bahan pangan kandungan
dan airnya tinggi maka kebanyakan pangan akan membeku pada suhu antara 25-350F.
Selama berlangsung pembekuan suhu bahan pangan tersebut relatif tetap sampai
sebagian besar dari bahan pangan tersebut membeku, dan setelah beberapa waktu
suhu akan mendekati medium pembeku.
4. Laju
Pembekuan
Salah satu
pertimbangan pemilihan suatu proses dalam industri pembekuan pangan beku adalah
laju pembekuan. Laju pembekuan tidak saja menentukan struktur akhir
produk beku, tetapi juga mempengaruhi lama pembekuan (Heldman dan Singh,
1981). Menurut Lembaga Refrigerasi International (1971), laju pembekuan suatu
massa pangan adalah ratio antara jarak minimal antara permukaan dengan titik
pusat termal dibanding dengan waktu yang diperlukan oleh produk pangan mencapai
suhu 00C pada permukaan bahan sampai mencapai suhu -50C
pada pusat termal bahan.
Salah satu
variasi terhadap definisi Lembaga Refrigerasi International ialah
Thermal Arrest Time (TAR), menurut definisi ini, laju pembekuan ialah
pengukuran waktu yang dibutuhkan menurunkan suhu dari titik yang
paling lambat membeku pada produk, untuk 0oC menjadi –5oC.
Sedangkan Heldman dan Singh (1981) mengatakan laju pembekuan ialah pengukuran
waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu produk pada titik yang paling
lambat menjadi dingin atau beku, dihitung dari saat tercapainya titik beku awal
sampai tercapainya tingkat suhu yang diinginkan di bawah titik beku
produk tersebut. Meskipun disadari bahwa definisi ini tidak
terlepas dari kekurangan, agaknya masih merupakan kompromi terbaik bila
dibandingkan dengan keunggulan dan kelemahan definisi lain. (Heldman dan Singh,
1981). Laju pembekuan dapat diatur dan sangat menentukan sifat dan mutu
produk beku yang dihasilkan. Sifat produk yang diakibatkan oleh pembekuan
yang sangat cepat sangat berbeda dari produk yang dihasilkan dari
pembekuan lambat. Pembekuan yang sangat cepat akan menghasilkan kristal es yang
kecil tersusun secara merata pada jaringan. Sedangkan pembekuan lambat
akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar yang tersusun pada ruang
antar sel dengan ukuran pori yang besar. Dari segi kecepatan berproduksi,
pembekuan secara sangat cepat dianggap menguntungkan, selama mutu produk yang
dihasilkan tidak dikorbankan (Heldman dan Singh, 1981). King (1971) membagi
laju pembekuan ke dalam 3 golongan yaitu ;
a.
Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan
adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan,
b.
Pembekuan sedang , jika waktu pembekuan
adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan dan,
c.
Pembekuan cepat, jika waktu pembekuan
adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan. Pembekuan
cepat didefinisikan oleh mereka yang menganut teori kristalisasi cepat sebagai
proses dimana suhu bahan pangan tersebut melampaui zona pembekuan 32
sampai 250 F dalam waktu 30 menit atau kurang.
Prinsip kristal
maksimum dasar dari semua pembekuan cepat adalah cepatnya pengambilan panas
dari bahan pangan. Metode ini meliputi pembekuan dalam hembusan cepat udara
dingin, dengan imersi langsung bahan pangan ke dalam medium pendingin, dengan
jalan persinggungan plat-plat pendingin dalam ruang pembekuan, dan dengan pembekuan
dengan udara, nitrogen, karbondioksida cair.
Pembekuan
dilakukan dengan maksud untuk mengawetkan atau mempertahankan sifat-sifat alami
bahan pangan. Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah. Pembekuan mengubah
hampir seluruh kandungan air bahan pangan menjadi es. Metode pembekuan dapat
dilakukan dengan menggunakan udara dingin yang ditiupkan dengan suhu rendah
kontak langsung dengan bahan pangan atau kontak tidak langsung misalnya alat
pembeku lempeng dimana makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan
permukaan logam yang telah didinginkan dengan mensirkulasikan cairan pendingin,
perendaman langsung bahan pangan dengan cairan pendingin atau menyemprotkan
cairan pendingin. Cairan pendingin tersebut dapat berupa freon, nitrogen cair,
larutan garam atau gula.
Perlakuan
pembekuan untuk setiap produk tergantung dari mutu produk dan tingkat pembekuan
yang diinginkan, tipe dan produk pengemasan, fleksibilitas yang dibutuhkan
dalam operasi pembekuan dan biaya pembekuan untuk teknik alternatif. Pembekuan
merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan bahan pangan terutama pada
daging dan daging proses. Penyegaran kembali bahan pangan yang sudah beku
disebut thawing, dapat dilakukan dengan perantaraan:
a.
udara dingin misalnya alat pendingin atau
refrigerator
b.
air hangat
c.
air pada suhu kamar
d.
pemasakan langsung tanpa penyegaran kembali
e.
udara terbuka
Pengeringan beku
(freeze drying) [2] adalah
salah satu metoda pengeringan yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan
mutu hasil pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap
panas. Keunggulan pengeringan beku, dibandingkan metoda lainnya, antara
lain adalah (Melor, 1978) :
a. dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma,
warna, dan unsur organoleptik lain).
b. dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan
bentuk setelah pengeringan sangat kecil).
c. dapat meningkatkan daya rehidrasi (hasil pengeringan sangat berongga
dan lyophile sehingga daya rehidrasi sangat tinggi dan dapat
kembali ke sifat fisiologis, organoleptik dan bentuk fisik yang hampir sama
dengan sebelum pengeringan).
Keunggulan-keunggulan
tersebut tentu saja dapat diperoleh jika prosedur dan proses pengeringan beku
yang diterapkan tepat dan sesuai dengan karakteristik bahan yang
dikeringkan. Kondisi operasional tertentu yang sesuai dengan suatu jenis
produk tidak menjamin akan sesuai dengan produk jenis lain. Dalam hal
ini, penelitian rinci mengenai karakteristik pengeringan beku berbagai jenis
produk sangat diperlukan karena masih sangat terbatas, khususnya untuk
produk-produk khas Indonesia. Pengeringan beku merupakan prosedur yang
umum diterapkan pada kategori bahan, sebagai berikut:
a. bahan pangan dan bahan farmasi (obatan)
b. plasma darah, serum, larutan hormon,
c. organ untuk transplantasi
d. sel hidup, untuk mempertahankan daya hidupnya dalam jangka waktu yang lama.
Pengeringan beku
bahan pangan masih jarang dilakukan, karena biaya pengeringan yang relatif
mahal dibandingkan harga bahan pangan tersebut. Salah satu penyebabnya
adalah tingginya resistensi terhadap perpindahan panas selama periode akhir
pengeringan yang menyebabkan lambatnya laju pengeringan dan, sebagai
konsekuensinya, meningkatnya biaya operasi. Akan tetapi, disamping
pembuatan kopi instan dengan pengeringan beku, yang sejak lama telah dilakukan
secara komersil, akhir-akhir ini produk hasil pengeringan beku semakin marak di
pasar internasional, seperti udang kering beku dan durian kering beku.
Berbagai usaha
telah dilakukan untuk meningkatkan laju pengeringan tersebut, diantaranya
dengan menerapkan sistem pemanasan volumetrik menggunakan energi gelombang
elektromagnetik (gelombang mikro dan frekuensi radio), dan mengatur siklus
tekanan dan pemanasan selama pengeringan untuk meningkatkan konduktivitas panas
dan permeabilitas uap air bagian kering bahan (Tambunan, 1999; Araki et
al, 1998). Terlepas dari berbagai usaha tersebut, optimalisasi proses
pengeringan beku harus dimulai dari pemahaman mendalam mengenai mekanisme
pengeringan beku tersebut. Tulisan ini akan membahas tentang mekanisme
pengeringan beku beberapa bahan pangan atau produk pertanian.
Secara umum
dapat dikatakan bahwa pengeringan beku merupakan metoda pengeringan yang
terbaik dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk
bahan-bahan yang sensitif terhadap panas. Meskipun demikian, mutu prima
hasil pengeringan beku hanya dapat diperoleh melalui prosedur dan proses yang
tepat dengan bahan yang dikering-bekukan tersebut. Untuk itu, penelitian
terhadap karakteristik pengeringan beku berbagai produk, khususnya produk khas
Indonesia seperti buahan eksotik, hasil perkebunan, bahan ramuan obatan tradisional
(jamu), dan produk perairan, masih perlu dilakukan karena masih sangat
langka. Data karakteristik pengeringan beku tersebut sangat bermanfaat
untuk menentukan kondisi operasi pengeringan beku yang optimal untuk
masing-masing produk tersebut. Disamping itu, metoda pengeringan beku
secara ekonomis membutuhkan biaya investasi dan biaya operasional yang tinggi,
sehingga dengan prosedur operasi yang optimal, diharapkan hal tersebut dapat
diatasi.
5. Pengaruh dari
Pembekuan
a.
Pengaruh Pembekuan terhadap Jaringan
Makanan tidak
mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku pada kisaran suhu
tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva suhu – waktu pembekuan
umumnya menunjukkan garis datar (plataeau) antara 00 C dan 50 C
berkaitan dengan perubahan (fase) air menjadi es, kecuali jika kecepatan
pembekuan sangat tinggi. Telah ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
melampaui daerah pembekuan ini mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa
makanan beku. Umumnya telah diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi kerusakan
sel dan struktur yang irreversible yang mengakibatkan mutu menjadi
jelek setelah pencairan, terjadi khususnya sebagai hasil pembentukan kristal es
yang besar dan perpindahan air selama pembekuan dari dalam sel ke bagian luar
sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel karena pengaruh tekanan osmotis.
Pembekuan yang cepat dan penyimpanan dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu
besar, akan membentuk kristal-kristal es kecil di dalam sel dan akan mempertahankan
jaringan dengan kerusakan minimum pada membran sel.
b.
Pengaruh Pembekuan terhadap Mikroorganisme
Pertumbuhan
mikroorganisme dalam makanan pada suhu di bawah
kira-0oC belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan
makanan beku kira -12-18 0C di bawahnya akan
mencegah kerusakan mikrobologis, dengan persyaratan tidak terjadi perubahan
suhu yang besar. Mikroorganisme psikofilik mempunyai
kemampuan untuk tumbuh pada suhu 0-5 o C. Jadi penyimpanan
yang lama pada suhu-lemari es baik sebelum atau sesudah pembekuan dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh mikroba. Walaupun jumlah
mikroba biasanya menurun selama pembekuan dan penyimpanan beku (kecuali spora),
makanan beku tidak steril dan acapkali cepat membusuk seperti produk yang
tidak dibekukan jika suhu cukup tinggi dan lama penyimpanan pada suhu tersebut
cukup lama. embekuan dan penyimpanan makanan beku juga mempunyai pengaruh yan
nyata pada kerusakan sel mikroba. Jika sel yang rusak atau luka tersebut
mendapat kesempatan menyembuhkan dirinya, maka pertumbuhan yang cepat
akan terjadi jika lingkungan sekitarnya memungkinkan.
c.
Pengaruh Pembekuan terhadap Protein
Pembekuan
hanya menyebabkan sedikit perubahan nilai gizi
protein,.Hal ini dapat dilihat dalam proses pendadihan bahan-bahan yang
berprotein terutama selama pembekuan dan pencairan yang berulang-ulang.
Walaupun nilai biologis protein yang mengalami denaturasi, sebagai bahan
pangan manusia, tidak banyak berbeda dengan protein asli, kenampakan dan
kualitas bahan pangan tersebut mungkin akan berubah sama sekali karena
perlakuan-perlakuan yang demikian. Selama penyimpanan beku jika
seandainya enzim tidak diinaktifkan, proteolisis mungkin terjadi di dalam
jaringan hewan.
d. Pengaruh Pembekuan terhadap Enzim
Aktivitas
enzim tergantung pada suhu. Aktivitas enzim
mempunyai pH optimum dan dipengaruhi oleh kadar substrat. Aktivitas
suatu enzim dapat dirusakan pada suhu mendekati 100-2000F.
Walaupun kecepatan reaksinya sangat rendah pada suhu tersebut. Sistem enzim
hewan cenderung mempunyai kecepatan reaksi optimum. Sistem enzim tanaman
enderung mempunyai suhu optimum suhu sekitar 98 0 F
atau sedikit lebih rendah. Pembekuan menghentikan aktivitas
mikrobiologis. Aktivitas enzim hanya dihambat oleh suhu pembekuan. Pengendalian
enzim yang termudah dapat dikerjakan dengan merusak dengan perlakuan pemanasan
yang pendek (balansing) sebelum pembekuan dan penyimpanan.
e. Pengaruh Pembekuan terhadap Lemak
Deteriorasi
oksidatif lemak dan minyak bukanlah hal yang asing lagi pada bahan pangan.
Lemak dalam jaringan ikan cenderung lebih cepat menjadi tengik daripada lemak
dalam jaringan hewan. Pada suhu –100C berkembang dalam jaringan
berlemak yang beku sangat berkurang. Lemak yang tengik cenderung
mempunyai nilai gizi yang lebih rendah daripada lemak yang segar. Untuk
mencegah proses tersebut maka proses pembekuan merupakan pencegahan yang sangat
baik hampir pada semua makanan berlemak.
f. Pengaruh Pembekuan terhadap
Vitamin
Kehilangan
vitamin-vitamin berlangsung terus sepanjang pelaksanaan
pengolahan, misalnya selama blansing dan pencucian, pemotongan dan
penggilingan. Terkenanya jaringan-jaringan oleh udara akan menyebabkan
hilangnya vitamin C karena oksidasi. Umumnya kehilangan vitamin C terjadi bilamana
jaringan dirusak dan terkena udara. Selama penyimpanan dalam keadaan beku
kehilangan vitamin C akan berlangsung terus. Makin tinggi suhu suhu penyimpanan
makin besar terjadinya kerusakan zat gizi. Dalam bahan pangan beku kehilangan
yang lebih besar dijumpai terutama pada vitamin C daripada vitamin yang lain.
Blansing untuk menginaktifkan enzim adalah penting untuk melindungi tidak hanya
vitamin-vitamin akan tetapi juga kualitas bahan pangan beku pada umumnya.
Secara komersial sudah lama dilakukan penambahan asam askorbat pada buah-buahan
sebelum pembekuan guna melindungi kualitas.
Vitamin B1
berfungsi menginaktifkan enzim. Kehilangan lebih lanjut tetapi dalam
jumlah yang lebih sedikit selama penyimpanan beku pada suhu dibawah nol pada
buah-buahan, sayuran, daging, dan unggas. Selama preparasi untuk pembekuan
kandungan dalam bahan pangan menjadi berkurang, akan tetapi selama
vitamin B2 penyimpanan beku kerusakan zat gizi hanya sedikit atau tidak rusak
sama sekali.
Vitamin-vitamin
yang larut dalam lemak dan karoten sebagai prekusor vitamin A selama pembekuan
bahan pangan mengalamin sedikit perubahan, walaupun terjadi kehilangan selama
penyimpanan. Blansing pada jaringan tanaman dapat memperbaiki stabilitas
penyimpanan karoten. Penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku
tanpa dikemas dapat menjurus ke arah terjadinya oksidasi dan perusakan sebagian
besar zat gizi, termasuk vitamin.
g.
Pengaruh Pembekuan terhadap Parasit
Pembekuan
bahan pangan mempunyai keuntungan dalam mematikan
parasit. Contoh yang terbaik dalam hal ini kita jumpai dalam mematikan Trichinella
spiralis dengan pembekuan. Penurunan suhu bahan pangan yang terkena
infeksi oF atau lebih rendah akan mematikan semua tingkatan kehidupan sampai
0organisme tersebut. Bahan pangan yang dibekukan tidak cocok untuk
pertumbuhan parasit dan kenyataan bahwa infestasi oleh insekta tidak pernah
terjadi.
6. Metode
Pembekuan
Metode yang umum
digunakan adalah :
a.
Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau
gas lain dengan suhu rendah kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan
alat-alat pembeku tiup (blast), terowongan (tunnel), bangku fluidisasi
(fluidised bed), spiral, tali (belt) dan lain-lain.
b.
Kontak langsung misalnya alat pembeku
lempeng (plate freezer), di mana makanan atau cairan yang telah dikemas kontak
dengan permukaan logam (lempengan, silindris) yang telah didinginkan dengan
mensirkulasi cairan pendingin (alat pembeku berlempeng banyak).
c.
Perendaman langsung makanan ke dalam cairan
pendingin, atau menyemprotkan cairan pendingin di atas makanannya (misalnya
nitrogen cair dan freon, larutan gula atau garam).
Metoda pembekuan
yang dipilih untuk setiap produk tergantung pada :
- Mutu
produk dan tingkat pembekuan yang didinginkan .
- Tipe dan
bentuk produk , pengemasan , dan lain-lain.
-
Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan.
- Biaya
pembekuan untuk teknik alternatif.
Nitrogen cair
(titik didih –196 oC) dan bahan pendingin bersuhu rendah
lainnya
telah menjadi
sangat penting akhir-akhir ini sehubungan dengan perannya dalam pembekuan
makanan secara cepat (rapid freezing), di mana teknik pembekuan lainnya
menghasilkan mutu yang rendah pada produk akhir. Perendaman langsung ke dalam
cairan nitrogen telah diganti dengan system penyemprotan langsung pada makanan
yang telah didinginkan terlebih dahulu oleh uap nitrogen yang bergerak
berlawanan dengan aliran makanan dalam terowongan berisulator yang lurus atau
berbentuk spiral. Walaupun biaya operasi dengan menggunakan nitrogen cair
ini lebih tinggi. Cara ini mengurangi oksidasi permukaan makanan yang tidak
dikemas dan hilangnya air dari bahan pangan tersebut, dan keluwesan cara ini
memungkinkan pembekuan untuk berbagai jenis bahan pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar